January 27, 2012

Pajak-Pajak Yang Perlu Diperhatikan Dalam Hal Perseroan Dibubarkan dan Dilikuidasi

Menyambung tulisan saya sebelumnya terkait dengan proses Pembubaran dan Likuidasi Perseroan, maka terdapat beberapa ketentuan terkait perpajakan yang perlu diperhatikan pada saat Perseroan akan dibubarkan dan dilikuidasi, dimana berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor : 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU KUP”) disebutkan bahwa ketika Perseroan dalam proses pembubaran dan likuidasi, maka wajib pajak diwakili oleh badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan atau likuidator. Berikut bunyi dari pasal tersebut :

Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:”
  • badan oleh pengurus;
  • badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
  • badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
  • badan dalam likuidasi oleh likuidator;
  • suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau
  • anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.
Selain itu juga berdasarkan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor : SE-36/PJ/2011 tentang Kebijakan Penagihan Pajak (“Surat Edaran tentang Kebijakan Penagihan Pajak”), disebutkan bahwa Kanwil DJP dan KPP memberikan prioritas tindakan penagihan atas kondisi piutang pajak, salah satunya terhadap piutang pajak yang Wajib Pajaknya memiliki tanda-tanda akan dilikuidasi/dibubarkan, atau dalam proses likuidasi/pembubaran. Adapaun tatacara penagihan adalah sebagi berikut :
  1. Dalam hal terdapat tanda-tanda Wajib Pajak akan dilikuidasi/dibubarkan, seperti Wajib Pajak tidak lagi melaksanakan kegiatan usaha, terdapat penghentian hubungan kerja kepada sejumlah besar buruh/karyawan, berita media massa dan/atau informasi lainnya, maka tindakan penagihan yang sedang dilaksanakan segera dimaksimalkan sebelum terdapat likuidasi atau pembubaran, dan dalam hal Surat Paksa belum diberitahukan, terlebih dahulu dilakukan penagihan seketika dan sekaligus.
  2. Dalam hal terdapat informasi mengenai Wajib Pajak yang dilikuidasi/dibubarkan, maka informasi tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Tim likuidasi yang menginformasikan: (i) Jumlah seluruh piutang pajak dengan melampirkan salinan Surat Paksa. (ii)Ketentuan yuridis perpajakan yang berlaku antara lain Pasal 21 UU KUP, dan Pasal 10 ayat (5) UU PPSP.
  3. Setelah proses likuidasi berakhir dan atas piutang pajak Wajib Pajak belum seluruhnya terbayarkan dari aset Wajib Pajak likuidasi, maka KPP wajib melakukan penagihan pajak secara optimal terhadap Penanggung Pajak.
  4. Dalam menindaklanjuti dan menangani proses perkara likuidasi/pembubaran sebagaimana tersebut di atas, KPP berkoordinasi dengan Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum dan Pelaporan Kanwil DJP atasannya dan melaporkan perkembangannya kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan serta Direktur Peraturan Perpajakan II.
Lalu kapan pembayaran pajak yang masih harus dibayar atau terutang tersebut dilakukan ?

Pembayaran pajak yang masih harus dibayar atau pajak terutang tersebut dilakukan sebelum Wajib Pajak membagikan harta kepada kreditur atau pemegang saham, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (3a) KUP, yang berbunyi sebagai berikut :
“Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut”. 
 
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun (Pasal 22 ayat (1) UU KUP).
 
Penghapusan NPWP

Ketika Perseroan telah dibubarkan secara resmi, maka langkah berikutnya adalah melakukan Penghapusan NPWP, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep : 161/Pj./2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran Dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (“Keputusan Dirjen Pajak”), yang berbunyi sebagai berikut:

“Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan dalam hal :”

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut dapat dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali dari hasil pemeriksaan pajak diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi disebabkan karena :
  • Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan;
  • Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi; atau
  • sebab lain sesuai dengan hasil pemeriksaan.

January 20, 2012

Proses Pembubaran Dan Likuidasi Perseroan





















Penjelasan Bagan :

Pembubaran, Likuidasi, dan berakhirnya status Badan Hukum Perseroan diatur dalam Pasal 142-152 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Perseroan dapat dibubarkan dengan alasan sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 142 ayat (1) UUPT yaitu sebagai berikut:
  1. Berdasarkan keputusan RUPS. Usul pembubaran Perseroan kepada RUPS diajukan oleh Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 UUPT, yaitu dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat dan RUPS dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan sah apabila disetujui paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana tersebut diatas tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua. Dimana dalam RUPS kedua tersebut sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
  2. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir. Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator. Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan setelah jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
  3. Berdasarkan penetapan pengadilan. Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas i) permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, ii) permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian, iii) permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan. Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.
  4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.
  5. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
  6. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Catatan :
Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator.

Ketika Perseroan dibubarkan sesuai dengan alasan-alasan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 142 ayat (1) UUPT, maka wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh Likuidator atau Kurator (likuidasi yang dilakukan oleh Kurator adalah likuidasi yang khusus dilakukan dalam hal Perseroan bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (1) huruf e). Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 142 ayat (2) UUPT.

Adapun tahapan Likuidasi yang wajib dilakukan oleh Perseroan adalah sebagai berikut :
  1. Tahap Pengumuman dan Pemberitahuan Pembubaran Perseroan. Berdasarkan ketentuan Pasal 147 UUPT, Terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari (dimulai sejak tanggal pembubaran oleh RUPS karena Perseroan dibubarkan oleh RUPS atau penetapan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena Perseroan dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan), Likuidator wajib, i) memberitahukan kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia, pemberitahuan tersebut harus memuat : Pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya; nama dan alamat likuidator; tata cara pengajuan tagihan;dan jangka waktu pengajuan tagihan, dimana kreditur diberikan kesempatan untuk mengajukan tagihan dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak tanggal pengumuman pembubaran Perseroan (dimulai sejak tanggal pengumuman pemberitahuan kepada kreditor yang paling akhir), hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 147 ayat (3) dan penjelasan UUPT. kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu tersebut, dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 hari terhitung dari tanggal penolakan, ii) memberitahukan pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi. Pemberitahuan kepada Menteri wajib dilengkapi dengan bukti : dasar hukum pembubaran Perseroan; dan pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar. Konsekuensi dari belum dilakukannya pemberitahuan kepada Kreditor dan Menteri tersebut adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 148 ayat (1) dan (2) UUPT yaitu pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi orang ketiga. Dan apabila likuidator lalai melakukan pemberitahuan tersebut, likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.
  2. Tahap Pencatatan dan Pembagian Harta Kekayaan. Selanjutnya,berdasarkan ketentuan Pasal 149 ayat (1) UUPT, likuidator berkewajiban dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi, adapun kewajiban yang harus dilaksanakan meliputi pelaksanaan, i) Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan; ii) Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi, yang dimaksud dengan “dalam rencana pembagian kekayaaan hasil likuidasi” adalah termasuk rincian besarnya utang dan rencana pembayarannya. Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal pengumuman rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi. Dalam hal pengajuan keberatan tersebut ditolak oleh likuidator, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan (Pasal 149 ayat (3) dan (4) UUPT), iii) Pembayaran kepada para kreditor, iv) Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham. Dalam hal pada saat pembayaran telah dilakukan kepada Pemegang Saham, ternyata terdapat Kreditur yang belum mengajukan tagihan sesuai jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 147 ayat (3), kemudian terdapat kreditur yang mengajukan tagihan melalui Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pembubaran Perseroan, maka Pengadilan Negeri memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang saham dan pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi sebagaimana dimaksud secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan (Pasal 150 ayat (3), (4) dan (5) UUPT), v) Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan antara lain mengajukan permohonan pailit karena utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan. Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan. (Pasal 149 ayat (2) UUPT). Apabila dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya, maka atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan ketua pengadilan negeri dapat mengangkat Likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama. Pemberhentian likuidator tersebut, dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya (Pasal 151 ayat (1) dan (2) UUPT).
  3. Tahap Pertanggung Jawaban Likuidator. Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroaan yang dilakukan dan kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan (Pasal 152 ayat (1) UUPT).
  4. Tahap Pengumuman Hasil Likuidasi. Kemudian, likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggung jawaban likuidator yang ditunjuknya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi kurator yang pertanggung jawabannya telah diterima oleh hakim pengawas (Pasal 152 ayat (3) dan (4) UUPT). Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 152 ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi. Ketentuan ini berlaku juga bagi berakhirnya status badan hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan atau Pemisahan (Pasal 152 ayat (5) dan (6) UUPT). Selanjutnya, pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 152 ayat (3) dan (4) UUPT dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas (Pasal 152 ayat (7) UUPT).
Tahapan-tahapan likuidasi telah dinilai selesai pada saat Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik Indonesia.