April 26, 2009

Kedudukan Notaris

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik.[1] Seorang notaris harus mempunyai pengetahuan, yaitu pengetahuan umum serta menguasai ilmu hukum yang benar. Oleh karena itu jabatan seorang notaris dibuat dalam peraturan-peraturan yang memberikan jaminan kemampuan bahwa tidak seorang pun dapat diangkat menjadi notaris.[2] Jabatan seorang notaris Notaris sebagai pejabat umum merupakan pelaksanaan dari ketentuan yang diatur dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang menyatakan bahwa akta otentik adalah suatu akta yang ditentukan oleh Undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang, di tempat dimana akta itu dibuat.

Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian fungsi publik diangkat oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang notaris harus berpegang teguh pada Kode Etik Jabatan Notaris. Kode etik profesi merupakan kode etik terapan yang dapat berubah dan diubah sesuai dengan perkembangan ilmu pegetahuan dan teknologi. Kode etik profesi tersebut merupakan perwujudan nilai moral yang hakiki dan tidak dapat dipaksakan dari luar, oleh karena itu hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri, sehingga dapat menjadi tolak ukur perbuatan anggota kelompok profesi dalam mengupayakan pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.[3] Profesi Notaris merupakan organ yang wewenangnya diberikan oleh undang-undang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, khususnya sebagai alat bukti tertulis dan otentik yang berhubungan dengan perbuatan hukum yang dikendaki para pihak, yang berkepentingan atau yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan demikian kode etik notaris merupakan suatu tuntutan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan dari seorang notaris.

Pemerintah dan masyarakat mengharapkan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh seorang notaris benar-benar dapat memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan, sehingga sesuai dengan peraturan yang dibuat untuk jabatan notaris yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Hal ini dikarenakan notaris sebagai pembuat untuk lahirnya suat akta otentik dari pihak-pihak yang bersengketa, dimana akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, yang digunakan sebagai alat bukti yang menyangkut kepentingan bagi para pencari keadilan, sehingga notaris harus memiliki integritas yang didukung dengan itikad moral serta kejujuran yang dapat dipertanggungjawabkan.[4] Sehubungan dengan ini, seorang notaris memerlukan suatu pengawasan efektif dan pembinaan yang terus menerus mengenai perilaku diri pribadi didalam menjalankan jabatan maupun di luar jabatannya agar tidak terjadi penyalahgunaan fungsi jabatan yang akan mengakibatkan ketidaktaatan terhadap norma-norma hukum positif dan ketidaksetiaan pada kode etik profesi.[5]



[1] Indonesia. Undang-undang Tentang Jabatan Notaris. UU No.30 Tahun 2004, pasal 1 angka 1. [2] Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1987), hal.26. [3] Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung : Bigraf Publishing, 2001), hal.72 [4] Irfan Fachruddin, “Kedudukan Notaris dan Akta-aktanya Dalam Sengketa Tata Usaha Negara,” Varia Peradilan No.111 (Desember 1994), hal.147. [5] Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 1994), hal.4.

No comments:

Post a Comment