April 18, 2009

Pengecualian Price Fixing

Perjanjian penetapan harga (price fixing) adalah perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen. Dengan adanya perjanjian tersebut, pelaku-pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian dapat memaksakan harga yang diinginkan secara sepihak kepada konsumen. Apabila setiap pelaku usaha yang berada di dalam pasar melakukan perjanjian penetapan harga tersebut, maka konsumen tidak memiliki alternatife lain kecuali harus menerima harga yang ditawarkan oleh para para pelaku usaha. Oleh karena itulah untuk menghindari dominasi dari para pelaku usaha, maka perjanjian penetapan harga merupakan perjanjian yang dilarang sebagaimana diatur pada ketentuan pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pengecualian dari pasal 5 ayat (1) tersebut adalah pasal 5 ayat (2), dimana ada perjanjian penetapan harga yang tidak dilarang. Seperti perjanjian price fixing yang dibuat dalam suatu usaha patungan dan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku. Perjanjian penetapan harga karena undang-undang tidak dilarang karena pembentukan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut merupakan bentuk implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila. Sehingga ketentuan dari suatu undang-undang dapat mengecualikan pemberlakuan undang-undang persaingan usaha.

Dalam penjelasan umum UU No.5 Tahun 1999, dapat diketahui bahwa latar belakang adanya Undang-Undang ini adalah karena penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu pada amanat dalam Pasal 33 UUD 1945 dan cenderung monopolistik, sehingga tujuan dari pembentukan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah untuk menyeimbangkan kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum berdasarkan demokrasi ekonomi yang mengacu kepada amanat pasal 33 UUD 1945 dan menganut prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan nasional. Pasal 5 ayat (2) yang memperbolehkan perjanjian penetapan harga karena undang-undang dan sebagai bentuk pengecualian dari pasal 5 ayat (1) bertujuan untuk menghindari adanya konsep tujuan yang berbeda antara Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan UUD 1945 khususnya di pasal 33 ayat (2), (3) dan (4), yang pada intinya mengatur bahwa:

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi.

Apabila perjanjian penetapan harga itu ditujukan untuk kesejahteraan rakyat pada umumnya dan sejalan dengan amanat dari UUD 1945, maka perjanjian penetapan harga tersebut diperbolehkan. Oleh karena itulah perjanjian penetapan harga yang didasarkan undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 diperbolehkan.

No comments:

Post a Comment